LAPORAN ANALISIS VEGETASI
ALAMI DAN BUATAN
Shoma Adhi Wijaya
Sella Desi Anggraini
Izati Khoirina
Dewi Anggraini
A. Data Percobaan
Tabel hasil pengamatan komponen biotik
pada ekosistem alami
TUMBUHAN
|
||||||||
No
|
Parameter
|
Ekosistem alam
|
||||||
Plot 1
|
Plot 2
|
|||||||
Luas penutup (%)
|
Jumlah
|
Luas penutup (%)
|
Jumlah
|
|||||
1
|
Phyllanthus emblica L.
|
10 %
|
60
|
|||||
2
|
Eleusine indica (L.) Gaertn
|
50 %
|
298
|
|||||
3
|
Cyperus rotundus L.
|
3 %
|
18
|
|||||
4
|
Wedelia trilobata (L.) Hitchc
|
2 %
|
12
|
|||||
5
|
Euphorbia dentata Michx
|
1 %
|
6
|
|||||
6
|
Wedelia trilobata (L.) Hitchc
|
25 %
|
149
|
|||||
7
|
Echinochloa colona (L.) Link.
|
4 %
|
24
|
|||||
8
|
Phyllanthus niruri L.
|
2 %
|
12
|
|||||
9
|
Cyperus kyllingia Endl.
|
24 %
|
55
|
|||||
10
|
Imperata cylindrica (L.) Beauv
|
13 %
|
30
|
|||||
11
|
3 %
|
7
|
||||||
12
|
Ageratum conyzoides L.
|
2 %
|
5
|
|||||
13
|
Peperomia pellucida (L.) H.B.K
|
5 %
|
11
|
|||||
14
|
Phyllanthus buxifolius Muell.Arg
|
1 %
|
12
|
|||||
15
|
Marsilea crenata Presl
|
7 %
|
16
|
|||||
16
|
1 %
|
1
|
||||||
17
|
Tanah
|
3 %
|
44 %
|
2
|
||||
TOTAL
|
100 %
|
579
|
100 %
|
128
|
||||
HEWAN
|
||||||||
1
|
Semut
|
24,25
%
|
13
|
12%
|
8
|
|||
2
|
Kumbang
|
2,25
%
|
1
|
-
|
-
|
|||
3
|
Kupu-kupu
|
2,25
%
|
1
|
-
|
-
|
|||
4
|
Nyamuk
|
2,25
%
|
1
|
-
|
-
|
|||
5
|
Capung
jarum
|
-
|
-
|
2 %
|
1
|
|||
6
|
Lalat
|
-
|
-
|
2 %
|
1
|
|||
7
|
Komponen
non flora
|
69%
|
-
|
84%
|
-
|
|||
TOTAL
|
100 %
|
16
|
100 %
|
10
|
||||
Tabel hasil pengamatan komponen biotik
pada ekosistem buatan
TUMBUHAN
|
||||||
No
|
Parameter
|
Ekosistem
buatan
|
||||
Plot 1
|
Plot 2
|
|||||
Luas
penutup (%)
|
Jumlah
|
Luas
penutup (%)
|
Jumlah
|
|||
1
|
36 %
|
18
|
66,67 %
|
20
|
||
2
|
22 %
|
11
|
3,3 %
|
1
|
||
3
|
Dieffenbachia amoena
|
8 %
|
4
|
|||
4
|
Agloenema Var.pride
of sumatra
|
14 %
|
7
|
|||
5
|
Aglaonema commutatum
|
20 %
|
10
|
|||
6
|
Bromeliands sp.
|
13,33 %
|
4
|
|||
7
|
16,67 %
|
5
|
||||
TOTAL
|
100 %
|
50
|
100 %
|
30
|
||
HEWAN
|
||||||
1
|
Capung
|
0,5%
|
1
|
|||
2
|
Semut
|
0,5 %
|
1
|
|||
3
|
Komponen non flora
|
99,5%
|
99,5%
|
|||
TOTAL
|
100 %
|
1
|
100 %
|
1
|
Tabel hasil pengukuran komponen abiotik
pada ekosistem alami dan buatan
No
|
Parameter
|
Ekosistem alami
|
Ekosistem buatan
|
||
Plot 1
|
Plot 2
|
Plot 1
|
Plot 2
|
||
1
|
pH tanah
|
6,9
|
6,5
|
6,3
|
5,9
|
2
|
Suhu tanah
|
27oC
|
27oC
|
29oC
|
30oC
|
3
|
Kelembapan tanah
|
5.8
|
5,8
|
5,6
|
5,6
|
4
|
Suhu udara
|
32,6oC
|
32,8oC
|
32,2oC
|
32,4oc
|
5
|
Kelembapan udara
|
63%
|
63%
|
73%
|
74%
|
B. Analisis
Berdasarkan data percobaan di atas, pada tabel
pertama dapat diketahui bahwa komponen biotik pada ekosistem alami sangat
beranekaragam. Dimana banyak terdapat spesies tumbuhan dan hewan. Sebagian
besar dari spesies tumbuhan pada ekosistem alami ini adalah tumbuhan liar atau
rumput-rumputan. Dari percobaan yang kami lakukan pada plot pertama terdapat 8
spesies dengan jumlah total 579 tanaman. Spesies Eleusine indica (L.) Gaertn yang
mendominasi pada plot ekosistem alami yang pertama, dengan jumlah spesies
sebanyak 298 dengan prosentase luas penutup sebesar 50%. dan spesies yang
jumlahnya paling sedikit adalah Euphorbia dentata Michx dengan jumlah 6
tanaman dan dengan presentase luas penutup adalah 1% . Pada plot ekosistrem
alami kedua didominasi oleh spesies tumbuhan Cyperus
kyllingia Endl. Sebanyak 55 dengan prosentase luas penutup sebesar 24%, hal ini
dikarenakan luas tanah yang tidak ditumbuhi vegetasi lebih banyak, sebesar 44%.
Serta spesies yang jumlahnya paling sedikit adalah Salacca zalacca (Gaertn.) Voss hanya terdapat 1 tumbuhan dan luas penutupnya
adalah 1%. Sedangkan spesies hewan yang terdapat pada ekosistem ini sebagian
besar adalah serangga. Seperti semut atau nyamuk, semut terdapat banyak pada
plot yang pertama dengan luas penutup 24,15%. Dan jumlahnya sangat banyak. Pada
Berdasarkan pada tabel ke dua merupakan ekosistem
buatan dimana komponen-komponen yang tersusun dalam ekosistem tersebut sudah
tertata dengan rapi dan kebanyakan komponen yang menyusunnya spesies tumbuhan
hias dan tersusun rapi sehingga terlihat indah dan menatik. Pada ekosistem ini
keanekaragaman dari flora sendiri sangat terbatas. Pada plot pertama pada
ekosistem buatan dapat dilihat pada tabel bahwa spesies tumbuhan yang tumbuh
sangat terbatas dan merupaka spesies tanaman hias. hal ini dibuktikan dengan
hanya terdapat 5 spesies yang tumbuh di daerah plot ini. pada plot yang pertama
tumbuhan yang mendominasi adalah rumput karpet atau (Axonopus
compressus (Sw.) P.Beauv.) dengan jumlah yang sangat banyak yaitu 18
tanaman. Dangan presentase luas penutup adalah 36% sehingga mendominasi luas
penutup yang ada di plot tersebut. Spesies yang jarang tumbuh pada plot pertama
adalah tumbuhan (Dieffenbachia amoena) dengan jumlah spesies 4 tumbuhan dan presentase
luas penutup adalah 8%. Pada ekosistem buatan pada plot ke dua tidak beda jauh
dengan plot pertama. yang mendoninasi adalah tanaman hias. Yang paling banyak
terdapat pada plot kedua adalah sama yaitu rumpur gajah mini atau (Axonopus
compressus (Sw.) P.Beauv.) dengan jumlah lebih banyak dari plot pertama
yaitu 20 tumbuhan dengan luas penutup 66,67%. Sedangkan tumbuahan yang
jumlahnya sangat sedikit dibanding yang lain adalah tumbuhan dengan spesies Dracaena
reflexa Lam. dengan jumlah 1 tumbuhan dan presentase luas penutup adalah 3,3 %.
Sedikitnya spesies tumbuhan juga mempengaruhi jumlah flora yang hidup pada
lingkungan tersebut dengan dibuktikan bahwa pada plot pertama hanya terdapat
seekor semut dan pada plot yang kedua hanya terdapat seekor capung jarum.
C. Diskusi
Ekosistem alami adalah
ekosistem yang terbentuk secara alami tanpa adanya campur tangan manusia.
Sedangkan agroekosistem adalah ekosistem binaan manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhan sandang pangan dan keperluan lainnya. Ekosistem alamiah merupakan
ekosistem yang stabil dibandingkan dengan ekosistem pertanian karena memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi (Tarumingkeng, 1994 : 7). Stabilitas
ini terbentuk dan terjaga karena adanya dua unsur penting yang bekerja, yaitu
mekanisme umpan balik negatif dan mekanisme pengendalian populasi dalam
ekosistem. Mekanisme umpan balik negatif adalah
mekanisme yang membawa sistem menuju ke keadaan ideal. Mekanisme
pengendalian populasi dalam ekosistem adalah mekanisme pengendalian yang
mengatur naik turunnya populasi, dimana ada dua kekuatan yang mengaturnya yaitu kemampuan
hayati (potensi biotik) dan hambatan lingkungan (Untung, 2003 : 53). Sedangkan Ekosistem
pertanian (agroekosistem) memiliki keanekaragaman biotik dan genetik yang
rendah dan cenderung semakin seragam, sehingga tidak stabil dan ini memacu
terjadinya peningkatan populasi hama. Agroekosistem merupakan salah
satu bentuk ekosistem binaan manusia yang dikelola semaksimal mungkin untuk
memperoleh produksi pertanian dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai
kebutuhan manusia (Pedigo, 1996 : 335).
Perbedaaan
ekosistem alami dan ekosistem buatan (agroekosistem) dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik
Ekosistem Alami Dan Ekosistem Buatan Manusia(Agroekosistem)
Komponen
|
Ekosistem Alami
|
Ekosistem Buatan
(Agroekosistem)
|
Abiotik
·
Erosi
·
Serasah
·
Daya serap
·
Temperatur tanah
Biotik
·
Aktivitas organisme
·
Diversitas Tanaman
·
Diversitas genetika
|
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
|
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
Sumber : Mahrub (1999 : 28)
Monokultur,
tumpang sari dan aneka tani merupakan salah satu bentuk system pertanian dalam agroekosistem.
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan
menanam satu jenis tanaman pada satu
areal. Kelebihan sistem ini
yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang
dipelihara hanya satu jenis. Di sisi lain kelemahan sistem ini adalah tanaman
relatif mudah terserang hama maupun penyakit. Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture)
berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu
areal lahan tanam dalam
waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah
penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya
yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Keuntungan menggunakan sistem tumpang sari adalah
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, mengurangi erosi, dapat
diperoleh berbagai jenis hasil, menambah
kesuburan tanah jika ditumpang sarikan dengan tanaman Leguminosae, mencegah serangan hama penyakit selama semua komoditas
dalam tumpang sari tidak saling menjadi inang hama tanaman yang satu terhadap
hama tanaman yang lain. Kekurangan sistem tumpang sari adalah apabila pemilihan
jenis tanaman tidak sesuai, sistem tumpang sari dapat memberi dampak negatif,
misalnya : Terjadi persaingan unsur hara
antar tanaman, OPT banyak sehingga sulit
dalam pengendaliannya.
Kalau
diingat bahwa pada saat ini ada kecenderungan makin mahalnya penyediaan energi
maka akan terlihat kecenderungan juga makin mahalnya subsidi energi bagi
agroekosistem. Atas dasar kecenderungan-kecenderungan tersebut, maka perlu
adanya usaha-usaha untuk lebih efisien dalam bidang pertanian. Salah satu
contoh dari usaha mengefisiensiensikan energi dalam bidang pertanian ialah
dengan cara usaha tani tumpang sari dan aneka tani. Cara ini ternyata merupakan
cara bertani yang umum dilaksanakan di daerah-daerah yang tradisional dan bukan
di lahan pertanian yang modern.
D. Pembahasan
Ekosistem
merupakan topik utama dalam praktikum yang kami lakukan. Dalam hal ini
ekosistem dibagi manjadi dua yaitu ekosistem buatan dan ekosistem alami, kedua
ekosistem ini memiliki karakteristik tersendiri dalam ruang lingkup ekosistem
tersebut. Dilihat dari komponen biotik dan abiotiknya ekosistem lebih kaya akan
komponen biotik dan abiotiknya. Hal ini dikarenakan ekosistem alami tumbuh
secara alamiah dan interaksi antara komponen biotik dan komponen abiotik
terjadi secara tersendirinya, sehingga keanekaragaman komponen biotiknya sangat
tinggi. Lain halnya dengan ekosistem buatan, komponen biotik dan komponen
abiotiknya tersusun secara buatan sehingga komponen biotik dan abiotik tidak
berinteraksi secara alamiah, hal ini mengakibatkan pertumbuhan hubungan antara
komponen biotik dan abiotik kurang meksimal sehingga ketidak seimbangan kondisi
lingkungan yang ada pada komponen ekosistem buatan. Hal ini berpengaruh
terhadap keanekaragaman komponen biotik baik spesies tumbuhan maupun spesies
hewan yang mendiami suatu ekosistem buatan tersebut.
Tabel 5.1
Karakteristik Ekosistem Alami Dan Ekosistem Buatan Manusia(Agroekosistem)
Komponen
|
Ekosistem Alami
|
Ekosistem Buatan
(Agroekosistem)
|
Abiotik
·
Erosi
·
Serasah
·
Daya serap
·
Temperatur tanah
Biotik
·
Aktivitas organisme
·
Diversitas Tanaman
·
Diversitas genetika
|
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
|
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
Sumber : Mahrub (1999 : 28)
Dari tabel
diatas dapat dilihat perbedaan antara komponen biotik dan abiotik pada
ekosistem alami dan ekosistem buatan. Pada komponen abiotik pada tanah
ekosistem alami dan ekosistem buatan memiliki keunggulannya masing-masing. Pada
ekosistem alami kemungkinan terjadinya erosi sangat rendah tetapi pada
ekosistem buatan kemungkinan terjadi erosi sangat tinggi. Hal ini bisa terjadi
dikarenakan pada ekosistem alami komponen biotik sepertu tumbuhan yang tumbuh
sangat beraneka ragam hal ini menyebabkan adanya perbedaan daya tahan tanah
pada lingkungan tersebut, serta pada ekosistem interaksi antara komponen biotik
dan abiotik kurang maksimal sehingga mengakibatkan tanah kutang subur dan
menyebabkan terjadinya erosi. Temperatur tanah pada ekosistem alami lebih
rendah dari pada temperatur tanah pada ekosistem buatan. Hal ini juga
memppengaruhi jumlah spesies yang tumbuh pada tanah tersebut. serasah pada
ekosistem alami lebih tinggi daripada serasah pada ekosistem batan, tidak hanya
itu daya serap tanah pada ekosstem alami lebih tinggi sehingga dapat mencegah
adanya erosi tanah pada lingkungan tersebut.
Dan perbedaan
karakteristik antara komponen biotik pada ekosistem alami dan ekosistem buatan
adalah pada ekosistem alami memiliki aktivitas organisme yang tinggi, diversitas
tanaman, diversitas tanaman yang tinggi dibanding dengan ekosistem buatan. Pada
ekosistem alami memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi karena ketiga faktor
tersebut, apabila suatu lingkungan memiliki aktivitas organisme yang tinggi
maka keanekaragaman organisme tersebut akan tinggi dan sebaliknya apabila
aktivitas organisme tersebut rendah maka keanekaragaman organisme pada
lingkungan tersebut juga akan rendah. Hal tersebut belkau pada diversitas tanaman
dan diversitas gen. Apabila kedua aspek tersebut tinggi maka akan terciptanya
keanekaragaman yang tinggi pula. Dan sebaliknya.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi
yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan
secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
memengaruhi. Kesatuan secara utuh
tersebut berhubungan erat denga agroekologi dimana dalam agroekologi terjadi
hubungan yang erat satu sama lain yang dapat mempengaruhi kedudukan
komponen-komponen tang ada dalam lingkungan tersebut. Agroekosistem tersebut
memiliki dampak positif dan dampak negatif. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
aspek kehidupan. Agroekosistem sangat dekat dengan aktivitas pertania dimana
konsep agroekosistem tersebut diaplikasikan dalam kehidupan manusia melalui
aktivitas pertanian tersebut dan bahkan agroekosistem tersebut dapat dikatan
sebagai ekosistem pertanian.
Agroekosistem
(ekosistem pertanian) ditandai oleh komunitas yang monospesifik dengan kumpulan
beberapa gulma. Ekosistem pertanian sangat peka akan kekeringan, frost,
hama/penyakit sedangkan pada ekosistem alam dengan komunitas yang kompleks dan
banyak spesies mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap gangguan iklim dan
makhluk perusak. Dalam agroekosistem, tanaman dipanen dan diambil dari lapangan
untuk konsumsi manusia/ternak sehingga tanah pertanian selalu kehilangan
garam-garam dan kandungan unsur-unsur antara lain N, P, K, dan lain-lain. Untuk
memelihara agar keadaan produktivitas tetap tinggi kita menambah pupuk pada
tanah pertanian itu. Secara fungsional agroekosistem dicirikan dengan tingginya
lapis transfer enersi dan nutrisi terutama di grazing food chain dengan
demikian hemeostasis kecil.
Kesederhanaan dalam struktur dan fungsi agroekosistem dan pemeliharaannya untuk
mendapatkan hasil yang maksimum, maka menjadikannya mudah goyah dan peka akan
tekanan lingkungan seperti kekeringan, frost, meledaknya hama dan penyakit dan
sebagainya. Peningkatan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan penduduk
yang semakin meningkat akhir-akhir ini dihasilkan satu tehnologi antara lain :
mekanisasi, varietas baru, cara pengendalian pengganggu, pemupukan, irigasi dan
perluasan tanah dengan membuka hutan dan padang rumput. Semua aktivitas
pertanian itu menyebabkan implikasi ekologi dalam ekosistem dan mempengaruhi
struktur dan fungsi biosfer.
Peningkatan hasil tanaman dimungkinkan melalui cara-cara genetika tanaman dan
pengelolaan lingkungan dengan menyertakan peningkatan masukan materi dan enersi
dalam agroekosistem. Varietas baru suatu tanaman dikembangkan melalui program
persilangan dan saat akan datang dapat diharapkan memperoleh varietas baru
melalui rekayasa genetika yang makin baik. Varietas baru mempunyai
syarat-syarat kebutuhan lingkungan dan ini penting untuk diketahui ekologinya
sebelum disebarkan ke masyarakat dengan skala luas.
Pengelolaan lingkungan menimbulkan beberapa persoalan pada erosi tanah,
pergantian iklim, pola drainase dan pergantian dalam komponen biotik pada
ekosistem. Pada tahun 1977 State of World Environment Report (UNEP),
memperingatkan bahwa, tanah yang dapat ditanami terbatas, hanya ± 11% permukaan bumi dapat
diusahakan untuk pertanian. Secara total 1.240 juta ha untuk populasi 4.000
juta (rata-rata 0,31 ha/orang). Area ini pada tahun 2.000 akan tereduksi sampai
hanya tinggal 940 juta ha dengan populasi penduduk dunia 6.250 juta.
Sehingga perbandingan
lahan/orang tinggal 0,15 ha saja. Ini merupakan suatu peringatan dan memerlukan
perhatian segera.
Sebab-sebab semakin kecilnya tanah yang dapat ditanami antara lain :
1.
Pemotongan vegetasi/penggundulan sehingga tanah terbuka sehingga mudah
tererosi air dan angin.
2.
Mekanisasi pertanian dan penggunaan pupuk organik yang menggemburkan tanah
dan membuatnya peka terhadap erosi.
3.
Irigasi tanpa diimbangi dengan drainase yang mengakibatkan terbentuknya
lapisan kedap air dan tanah menjadi kekurangan air. Lebih dari 300.000 ha tanah
yang dapat ditanami dirugikan karena salinisasi dan kebanjiran setiap tahun.
4.
Pengerjaan tanah yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan erosi.
5.
Urbanisasi.
Hal yang
disebutkan di atas merupakan situasi yang dibuat oleh manusia dan dia sendiri
sebenarnya dapat mengendalikannya atau mencegahnya melalui pengelolaan
agroekosistem berdasarkan prinsip-prinsip ekologi. Studi ekologi ekosistem
tanah pertanian disertai dengan pengetahuan autekologi tanaman dan gulma dengan
dilengkapi watak pertumbuhannya dan sifat kompetitifnya. Hubungan tanaman-gulma
pada tingkat intra dan antar spesies memerlukan informasi, yang berguna untuk
praktek agronomi kita.
Hubungan
tanah-tanaman merupakan aspek lain yang memerlukan data untuk pengelolaan
subsistem tanah dalam maksud memulihkan tingkat kesuburan tanah yang maksimum.
Pengetahuan pergantian komponen fisik, kimia dan biologi tanah pertanian di
bawah pola tanam yang berbeda sangat penting untuk pengelolaan ekosistem. Penggunaan
pupuk, pestisida dan herbisida berpengaruh terhadap ekosistem. Kebanyakan
pestisida/herbisida merubah sifat fisik, kimia dan biologi subsistem tanah.
Beberapa bahan
kimia mengalir ke kolam dan sungai dengan demikian mempengaruhi flora dan fauna
ekosistem air tawar. Revolusi hijau dalam 1970 membawa pergantian pandangan
pertanian kita. Siapnya tanah yang dapat diairi dan air pengairan menjadi tidak
cukup dan sekarang hampir terjadi keduanya di daerah yang sama. Kesuburan
jangka panjang tanah pertanian yang stabil (mantap) dibahayakan tidak hanya
oleh pengetahuan yang sedikit tentang efek tekanan kimia, ekologi dan
mekanisasi dalam intensifikasi tetapi juga tekanan populasi langsung antara
lain overgrazing, penggundulan, penanaman di daerah dengan kemiringan
yang berbahaya, urbanisasi tanah pertanian utama dan pengaruh sampingan
langsung dan tidak langsung.
Agroekosistem adalah suatu sistem kawasan tempat
membudidayakan makhluk hidup tertentu meliputi apa saja yang hidup di
dalamnya serta material yang saling berinteraksi. Lahan pertanian merupakan arti
agroekosistem secara luas, sehingga di dalamnya juga dapat pula dimasukkan
hutan produksi dengan komoditas tanaman industri (HTI), kawasan peternakan
dengan padang penggembalaan serta tambak-tambak ikan. Indonesia yang
secara geografis terletak di wilayah yang beriklim tropis memiliki
agroekosistem yang dapat digolongkan sebagai agroekosistem tropik. Agroekosistem
ini adalah kawasan pertanian yang terletak di daerah tropika secara
geografis ataupun vegetatif dan edafis (tanah) yang dipengaruhi oleh faktor
iklim setempat (Jumil : 2002).
Dalam agroekosistem tersebut berbagai organisme dan
materi yang saling berinteraksi dalam menunjang eksistensi dari
agroekosistem tersebut. Selanjutnya Jumil (2002) mengemukakan bahwa agroekosistem
yang terdapat dikawasan tropika memiliki beberapa karakteristik diantaranya suhu
rata-rata harian yang relatif tinggi sepanjang tahun, tidak adanya musim dingin
dan musim panas. Musim yang dikenal pada kawasan ini adalah musim hujan
dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh arah angin dan letak
pantai terhadap pegunungan (dataran tinggi) yang menghadang angin laut.
Berdasarkan imput teknologi dan pengelolaannya,
agroekosistem dapat dibagi menjadi tiga jenis yakni; (1) agroekosistem
tradisional (tradisional agroekosistem), merupakan agroekosistem dengan
pembudidayaan sumber daya alam hayati adaptif setempat. Agroekosistem tipe ini
tidak memerlukan masukan teknologi yang mengubah kondisi setempat secara drastis.
Keanekaragaman hayati (biodiversitas)-nya dapat dipertahankan. Potensi
produktivitasnya beragam, sesuai dengan kondisi sosial budaya dan ekosistem petani
setempat; (2) agroekosistem konvensional (convensional agroecosystem), merupakan agroekosistem dengan masukan teknologi tinggi seperti
pupuk buatan dan pestisida. Produktivitas biasanya tinggi dan sangat
tergantung ketepatan penggunaan masukan teknologi bahan kimia tersebut secara
alternatif manipulasi sistem yang memungkinkan untuk mencegah penurunan hasil:
(3) agroekosistem berkelanjutan (sustainable agroecosystem) merupakan agroekosistem yang dikelola dengan memberikan masukan teknologi
yang dapat mempertahankan tingkat produktivitas tinggi dan tidak atau sangat minim
sekali dampak negatifnya terhadap lingkungan (Jumil : 2002).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa di dalam
agroekosistem tersebut terdapat komponen-komponen yang dapat menunjang
eksistensi agroekosistem tersebut. Komponen yang dimaksud disini adalah biodiversitas (keanekaragaman hayati). Biodiversitas secara umum dapat diartikan sebagai keanekaragaman hayati atau sumber daya hayati termasuk di dalamnya adalah flora, fauna maupun mikroorganisme. Biodiversitas lahan pertanian dikenal dengan istilah agrobiodiversitas. Secara umum agrobiodiversitas merupakan semua komponen yang terdapat di lahan pertanian termasuk di dalamnya adalah semua organisme yang hidup di lahan pertanian dan memberikan fungsinya pada proses yang terjadi di lahan pertanian tersebut. Contoh organisme yang
dimaksud disini seperti mikroba tanah dan fauna, gulma, herbivora dan karnivora yang berkoloni dan hidup sesuai dengan kondisi dan proses lingkungan yang
berjalan, (Jackson et al: 2007).
Selain beberapa unsur yang telah disebutkan di atas,
habitat maupun spesies yang terdapat di luar dari kawasan lahan
pertanian yang mendukung proses pertanian dan menjalankan fungsi ekologis, juga
dapat dimasukkan sebagai bagian dari agrobiodiversitas. Sesuai dengan hirarki
dalam ekologi maka agrobiodiversitas dapat terdiri dari; (1) genetik dan
karakterstik populasi, (2) komunitas, (3) keberagaman biota dalam hubungannya dengan
proses biofisik dalam ekosistem dan (4) interaksi secara luas pada
tingkat ekosistem baik termasuk interaksi antara ekosistem pertanian dan non
pertanian. Agrobiodiversitas tidak hanya memiliki nilai yang dilihat dari sisi dalam proses produksi pertanian atau sebagai komponen yang penting dalam servis ekosistem, akan tetapi memiliki nilai sosial dalam kehidupan manusia,
sehingga perlu ditelaah adanya hubungan antara nilai ekologi dengan nilai sosial
dari agrobiodiversitas itu sendiri. Berdasarkan nilai ekologi dan sosial dari agrobiodiversitas tersebut maka dapat dilakukan usaha konservasi terhadap agrobiodiversitas.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar